![]() |
| Foto: Konsorsium Mahasiswa Pemerhati Tambang Sulawesi Tenggara saat melakukan aksi unjuk rasa/sekitarSULTRA.com. |
Kendari, sekitarSULTRA.com - Konsorsium Mahasiswa Pemerhati Tambang Sulawesi Tenggara menuntut perusahaan pertambangan Batu Gamping PT. Ilyas Karya, BGM, dan Pastika terkait dugaan penggunaan jalan umum dalam proses aktivitas pengangkutannya di Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra) kepada Aparat Penegak Hukum.
Ali Ketua Konsorsium Mahasiswa Pemerhati Tambang Sultra mengatakan bahwa aktifitas tambang tersebut telah menimbulkan banyak protes dari masyarakat khususnya karena kegiatan pengangkutan batu gamping tersebut dengan melintasi jalan umum dirasakan menganggu aktifitas masyarakat sekitar jalan dan menimbulkan polusi yang bisa menyebabkan gangguan kesehatan.
"Sebagai perusahaan tambang sebelum melakukan operasi produksi seharusnya perusahan tersebut sudah menyediakan fasilitas jalan khusus untuk kegiatan pengangkutan yang merupakan salah satu kesiapan teknis yang harus dipenuhi. Izin operasi produksi dan regulasi mengenai jalan khusus yang sudah diatur dalam Perturan Menteri PU No. 11/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyelenggaraan Jalan Khusus," tegas Ali, Rabu (29/01/2025).
Pengangkutan batu gamping yang melintasi jalan umum tanpa izin dari instansi yang berwenang senyatanya adalah suatu tindak pidana dan hal tersebut sudah tegas diatur dalam peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 38 Tahun 2004 tentang jalan dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan.
"Dalam UU nomor 38 Tahun 2004 pasal 12 ayat (1) disebutkan bahwa Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan didalam ruang manfaat jalan, pasal 63 ayat (1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan didalam ruang manfaat jalan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 18 bulan atau denda paling banyak Rp1.500.000.000,00,” sambung Ali.
Sementara pasal 65 ayat (1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 42, dan Pasal 54 dilakukan badan usaha, pidana dikenakan terhadap badan usaha yang bersangkutan” serta ayat (2) “Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan terhadap badan usaha, pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda ditambah sepertiga denda yang dijatuhkan.
"Demikian halnya juga diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 pasal 28 ayat (1) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi Jalan” dan Pasal 274 ayat (1) Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana, penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 24.000.000,00,” pungkas Ali.
Sementara itu, Aji Mbadha Koordinor Lapangan mengungkapkan bahwa bagi perusahaan yang tetap menjalankan aktifitas pengangkutan dengan menggunakan jalan umum tanpa izin dapat dijerat dengan undang-undang nomor 38 tahun 2004 dan undang-undang nomor 22 tahun 2009. Dugaan unsur pidana yang dilakukan perusahaan menurut pasal 63 ayat (1) dan ayat (2) UU no 38 tahun 2004 sudah terpenuhi.
"Dugaan unsur pidana yang dilakukan oleh perusahaan tersebut telah terpenuhi, menurut Pasal 274 ayat (1) yaitu setiap orang termasuk dalam hal ini yang mewakili perusahaan) yang melakukan perbuatan pengangkutan ore nikel yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi jalan pengangungkuatan ore nikel menggunakan jalan umum telah mengakibat kerusakan jalan dan menggangu fungsi jalan umum," ujar Aji Mbadha.
Selain itu, AJI Mbadha menuturkan bahwa perlu adanya pengawasan dari pemeritah daerah dan aparat hukum agar perusahaan pertambangan tersebut dapat mematuhi aturan dan tidak merugikan masyarakat yang mengunakan maupun tinggal disekitaran jalan tersebut.
"Ini tentunya dibutuhkan pengawasan dan penegakkan hukum yang tegas tanpa pandang bulu agar dapat menimbulkan efek jera bagi perusahaan yang kerap melanggar peraturan perundang-undangan. Ketegasan dari aparat pemerintah dan aparat hukum sangat diharapkan masyarakat karena kenyataan dilapangan selama ini seolah-olah terjadi pembiaran dan tidak ada langkah tegas dari pemerintah," tandasnya. (Red)***


